www.fokustempo.id – Film animasi Merah Putih One For All yang dijadwalkan tayang pada 14 Agustus mendatang telah menarik perhatian berbagai pihak, termasuk politisi dari PDIP, Ferdinand Hutahaean. Melalui komentar yang disampaikan di media sosial, Ferdinand menyampaikan keprihatinan terhadap kualitas film tersebut berdasarkan trailer yang telah dirilis.
Ia mengaku telah mengikuti berbagai reaksi netizen mengenai film ini, yang diharapkan mampu membangkitkan semangat nasionalisme di kalangan penonton. Namun, setelah melihat potongan video promosi, Ferdinand merasa bahwa hasilnya jauh dari harapan.
“Saya melihat komentar netizen tentang film animasi ini, yang sepertinya memiliki semangat positif.” Ferdinand menjelaskan, “Namun, setelah melihat trailer tersebut, saya merasa bahwa kualitas animasinya justru mengecewakan.”
Ferdinand menyatakan bahwa film ini terlihat buruk jika dibandingkan dengan animasi-animasi klasik seperti Tom and Jerry yang memiliki daya tarik tersendiri meskipun teknologi saat itu belum secepat saat ini. “Kualitasnya sangat jauh dari yang seharusnya bisa dicapai dengan teknologi yang ada,” imbuhnya.
Analisis Ferdinand tentang Kualitas Film Animasi yang Dipegangnya
Ferdinand membuat perbandingan dengan animasi yang lebih tua, dan mengkritik pilihan kualitas yang diambil dalam produksi film ini. “Kita seharusnya bisa memanfaatkan teknologi AI untuk menghadirkan animasi yang lebih baik,” ujarnya dalam wawancara tersebut.
Ia menegaskan bahwa film Merah Putih One For All tidak layak ditayangkan di bioskop. “Kualitasnya menurut saya sangat rendah dan tidak sesuai dengan standar animasi masa kini,” lanjutnya dengan nada serius.
“Seharusnya, jika kita ingin menyampaikan pesan nasionalisme, kita harus melakukannya dengan cara yang menarik dan berkualitas tinggi,” kata Ferdinand. Ia juga merasa bahwa animasi jaman dahulu pun memiliki kelebihan yang tidak bisa diabaikan, dan sangat mencolok jika dibandingkan dengan film ini.
Pentingnya Kualitas dalam Menciptakan Film Animasi Berkualitas Tinggi
Pembahasan tentang kualitas film animasi bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang keahlian dalam bercerita. Ferdinand mengakui bahwa meskipun alur cerita film ini memiliki potensi yang menarik, pengemasan animasinya justru membuatnya kurang mampu menarik perhatian penonton.
“Ada kesan bahwa film ini dibuat secara terburu-buru, tidak ada perhatian yang mendalam pada detail yang diperlukan,” ujarnya. “Hal ini menunjukkan adanya tekanan untuk segera merilis film tepat waktu, yang seringkali berdampak buruk pada hasil akhir.”
Ferdinand menekankan bahwa elemen visual memainkan peranan penting dalam menarik pemirsa, terutama pada film animasi yang seharusnya menggugah semangat. “Kalau elemen visual tidak memadai, maka alur cerita yang menarik pun akan kehilangan daya tariknya.”
Tangkap Pesan dan Emosi Melalui Animasi yang Berkualitas
Salah satu kritik utama Ferdinand adalah bahwa film ini tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat yang mengharapkan hiburan berkualitas. “Ketika kita melihat film animasi dari era sebelumnya, kita menemukan banyak karakter dan cerita yang menjadi ikonik,” cetusnya. “Ini menunjukkan bahwa kualitas dan kreativitas selalu berjalan seiring.”
Ia juga menyebutkan bahwa animasi adalah bentuk seni yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan secara efektif dan emosional. “Ketika kualitas gambar dan cerita tidak seimbang, pesan yang ingin disampaikan akan tersampaikakan dengan sangat buruk.”
Ferdinand mengharapkan produser film dan tim kreatif memahami betapa pentingnya aspek ini dan tidak mengambil jalan pintas dalam produksi animasi. “Kreator harus memperhatikan detail dan kualitas untuk menyampaikan pesan dengan tepat kepada audiens,” ujarnya.
Kesimpulan dan Harapan untuk Industri Film Animasi di Tanah Air
Meski kritik yang dilayangkan Ferdinand terdengar pedas, tujuannya adalah untuk mendorong peningkatan standar produksi film animasi di Indonesia. “Saya berharap agar pencipta film lebih peduli terhadap kualitas dan detail,” tegasnya. “Kita memerlukan film-film yang benar-benar mencerminkan semangat dan kecintaan kita terhadap budaya.”
Ia juga mendorong perusahaan film untuk mempertimbangkan umpan balik dari penonton dan kritikus sebagai cara untuk meningkatkan kualitas. “Dengan cara ini, kita tidak hanya bisa membuat film yang baik tetapi juga cerminan dari apa yang kita harapkan untuk negara ini.”
Persaingan dalam industri film animasi semakin ketat, dan Ferdinand berharap agar perbaikan dapat dilakukan demi meningkatkan kualitas film Indonesia di kancah global. “Jika kita ingin berkembang, kita harus bisa bersaing dengan film-film animasi dari luar negeri,” tutupnya dengan optimis.