Ustaz Abdul Somad (UAS) menyampaikan rasa duka mendalam atas wafatnya Ustaz Yahya Waloni yang terjadi saat beliau sedang menyampaikan khutbah pada hari Jumat (6/6/2025). Peristiwa ini menjadi sorotan, tidak hanya karena kepergian Ustaz Yahya, tetapi juga bagaimana beliau menjalani hidupnya penuh warna dan makna.
Dalam sebuah narasi yang menyentuh, UAS juga mengenang pengalaman interaksinya dengan Ustaz Yahya yang menunjukkan gambaran kehidupan seorang da’i yang tulus dalam berdakwah. Seperti yang diceritakan, “Beliau sudah hidup mapan. Jadi rektor. Gaji besar. Duit banyak. Dapat hidayah. Masuk Islam. Keliling berdakwah. Nyetir sendiri.” Pengalaman hidup yang terlihat glamor ternyata berujung pada perjalanan spiritual yang mendalam saat mencari kebenaran.
Menceritakan Perjalanan Ustaz Yahya Waloni
Ustaz Yahya Waloni dikenal karena ketekunannya dalam berdakwah meskipun harus menghadapi berbagai rintangan. Setelah mengunjungi Jambi, beliau mengalami masalah saat mobilnya rusak. Mobil yang terbengkalai di bengkel karena mesin hancur ternyata belum lunas. Kontras dengan kenyataan bahwa beliau pernah menikmati kehidupan yang nyaman, situasi tersebut menunjukkan bahwa beliau tidak menganggap harta sebagai ukuran kesuksesan. UAS menceritakan momen ketika timnya menawarkan mobil baru sebagai pengganti, tetapi Ustaz Yahya menolak karena prinsip hidupnya yang sederhana.
Beliau lebih memilih untuk mempertahankan integritas dan kesederhanaan, menunjukkan bahwa kehidupan spiritual jauh lebih berarti dari sekadar harta duniawi. Momen saat Ustaz Yahya menolak tinggal di apartemen, karena rumahnya masih ngontrak, menggarisbawahi sikap rendah hati dan pandangannya mengenai materialisme. “Beliau melihat dunia ini setengah sayap nyamuk,” ungkap UAS, memberikan gambaran mendalam tentang sikapnya terhadap kehidupan.
Komitmen dalam Berdakwah dan Belas Kasihan
Ustaz Yahya Waloni tidak hanya dikenang sebagai pendakwah, tetapi juga sebagai sosok yang membela kebenaran. Dalam situasi sulit, seperti saat UAS berhadapan dengan berbagai serangan atau bullying, beliau menunjukkan keberanian. “Saat saya dibully, dipersekusi, dilaporkan dan seterusnya. Beliau lantang membela saya. Beliau hanya takut kepada Allah,” jelas UAS. Pengorbanan dan dukungan Ustaz Yahya menandakan betapa mendalamnya rasa solidaritas di antara sesama da’i dalam menjalani misi keagamaan.
Hari kepergian Ustaz Yahya juga memiliki makna yang dalam. UAS mencatat bahwa beliau meninggal pada hari Jumat, yang dianggap sebagai hari yang mulia dalam Islam. Tema khutbah yang dibawakan mengangkat “Kekuatan Iman Melalui Ujian Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail,” sebuah pengingat tentang pentingnya iman dalam menghadapi ujian kehidupan. Dengan demikian, kepergian beliau pada waktu yang sangat tepat menunjukkan berkah serta kemuliaan yang diberikan Allah kepada sosok yang tulus ini.