Dwight D Eisenhower, Presiden Amerika ke-34, seorang jenderal bintang 5 dan ahli strategi militer dan politik pernah menyatakan bahwa dalam suatu pertempuran “plans is useless, but planning is indispensable”. Rencana menyeluruh, jangka panjang, dan kaku penting sebagai ‘kompas strategis’, tetapi nilai utamanya terletak pada ’kemampuan beradaptasi’, bukan sebagai aturan mutlak.
Di era modern, keunggulan kompetitif sangat bergantung pada kemampuan organisasi memadukan stabilitas visi dengan kelincahan taktis. Hal ini menjadi tindakan strategis spesifik untuk mencapai tujuan jangka pendek dan praktis. Kerangka hybrid menjadi sangat penting sebagai kombinasi dari visi jangka panjang yang terpadu dengan opsi taktis jangka pendek, misalnya roadmap yang disertai checkpoint adaptif.
Menuju Indonesia Emas 2045
Indonesia telah menetapkan Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional 2045 (RPJPN) dalam UU yang dijabarkan dalam RPJMN sebagai acuan dalam mengarahkan dan mengendalikan pembangunan secara nasional. Dengan tujuan besar Indonesia Emas 2045, visi ini memberikan gambaran tujuan pembangunan menuju negara maju dengan pendapatan per kapita yang kompetitif di kancah global.
Visi Emas ini secara prinsip memberikan gambaran jelas tentang tujuan pembangunan menuju negara yang tidak hanya berpendapatan tinggi, tetapi juga mampu bersaing dari sisi geo-ekonomi dan geo-politik. Namun, banyak indikator yang harus diperhatikan untuk mencapai visi tersebut.
Menuju 2045, Indonesia menghadapi banyak tantangan, persimpangan jalan yang akan memengaruhi strategi dan rencana pemerintah. Di tengah dinamika global, bukan hanya perkembangan teknologi seperti artificial intelligence (AI) dan machine learning (ML) yang mempengaruhi, tetapi juga adanya gejolak geopolitik seperti perang Ukraina-Rusia dan perang dagang AS-China.
Disrupsi Pekerjaan dan Sumber Daya Manusia
Dampak AI dan automasi sudah terasa dalam banyak sektor, menciptakan tantangan baru di pasar pekerjaan. Perubahan yang cepat ini berpotensi memunculkan disrupsi besar-besaran pada penciptaan lapangan kerja. Menurut laporan terbaru, jutaan pekerjaan terancam hilang, dan meskipun beberapa pekerjaan baru muncul, ada juga yang belum teridentifikasi. Ini menciptakan tantangan besar bagi SDM di Indonesia, yang umumnya masih lemah dan rentan.
Dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi, bukan sekadar angka yang harus distrategikan, tetapi juga bagaimana menghadapi kondisi sosial yang kompleks. Jika visi 2045 adalah negara maju dan berpendapatan tinggi, tentu ada banyak tantangan yang harus segera dihadapi, terutama berkaitan dengan pendidikan dan kesiapan tenaga kerja.
Indikator-indikator dalam RPJMN-RPJPN tidak hanya sebatas angka, tetapi kualitas kinerja capaian yang harus lebih ditekankan. Pencapaian tujuan mulia ini seharusnya tidak hanya terpaku pada output tetapi pada outcome yang berarti. Apakah kemampuan adaptasi dan kelincahan taktis Indonesia cukup untuk menjawab tantangan di tengah ketidakpastian global ini?
Transformasi sektor ekonomi juga menjadi suatu keharusan, dengan fokus khusus pada perlunya dukungan kepada Usaha Mikro-Kecil Menengah (UMKM) yang berperan besar dalam perekonomian nasional. Dalam konteks ini, hasil dari pengembangan sektor UMKM diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan oleh disrupsi teknologi.
Berbagai tantangan ini menjadi isu krusial bagi generasi penerus, terutama tokoh politik dan pemimpin bangsa. Generasi muda perlu memiliki daya cerna yang baik terhadap pilihan-pilihan yang ada dan mampu beradaptasi dengan sistem seleksi yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, mengedukasi generasi muda dan memberikan keterampilan yang tepat sangatlah penting.
Pekerjaan baru yang akan muncul akibat pergantian teknologi dan otomatisasi di masa depan patut untuk diperhatikan. Proyeksi selama ini menunjukkan bahwa sektor-sektor seperti teknologi, kesehatan, dan energi terbarukan akan menjadi lapangan kerja yang menjanjikan, tetapi untuk mendapatkan akses ke bidang-bidang tersebut, pendidikan dan pelatihan yang mumpuni adalah keharusan.
Perubahan paradigma di sektor pendidikan menjadi keharusan, dengan mengedepankan ‘soft skills’ yang bisa mendorong inovasi dan daya adaptasi di antara tenaga kerja. Tanpa keterampilan ini, individu akan sulit bersaing di era otomatisasi dan AI yang makin berkembang pesat.
Sebagai catatan penting, disrupsi yang dihadapi oleh dunia kerja tidak hanya berfokus pada penghilangan pekerjaan tetapi juga penciptaan peluang baru yang mungkin belum terbayangkan. Oleh karena itu, pendidikan yang mengedepankan keterampilan digital dan analitis sangat krusial untuk membentuk generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan.
Pemerintah perlu lebih proaktif dalam memfasilitasi transisi tenaga kerja menuju pekerjaan-pekerjaan baru. Sekolah dan lembaga pendidikan perlu berkolaborasi dengan dunia industri untuk memastikan bahwa kurikulum yang diajarkan relevan dengan kebutuhan pasar.
Dengan memanfaatkan momentum ini, Indonesia dapat merangkul potensi besar dalam menghadapi tantangan zaman dan bertransformasi menjadi negara yang berdaya saing tinggi di kancah global.
Penting bagi kita untuk menyadari bahwa kita berada di tengah persaingan yang sengit, baik dalam konteks ekonomi global maupun inovasi teknologi. Kita harus berfokus pada pengembangan kualitas SDM yang adaptable dan inovatif, agar tidak tertinggal dalam perlombaan ini.
Melihat tantangan dan peluang yang ada, kami berharap agar pemangku kepentingan, baik di tingkat pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil, dapat bersinergi untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif yang dalam jangka panjang dapat membawa Indonesia menuju visi Emas 2045 dengan sukses.
Dwight D Eisenhower, Presiden Amerika ke-34, seorang jenderal bintang 5 dan ahli strategi militer dan politik pernah menyatakan bahwa dalam suatu pertempuran “plans is useless, but planning is indispensable”. Rencana menyeluruh, jangka panjang, dan kaku penting sebagai ‘kompas strategis’, tetapi nilai utamanya terletak pada ’kemampuan beradaptasi’, bukan sebagai aturan mutlak.
Di era modern, keunggulan kompetitif sangat bergantung pada kemampuan organisasi memadukan stabilitas visi dengan kelincahan taktis. Hal ini menjadi tindakan strategis spesifik untuk mencapai tujuan jangka pendek dan praktis. Kerangka hybrid menjadi sangat penting sebagai kombinasi dari visi jangka panjang yang terpadu dengan opsi taktis jangka pendek, misalnya roadmap yang disertai checkpoint adaptif.
Menuju Indonesia Emas 2045
Indonesia telah menetapkan Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional 2045 (RPJPN) dalam UU yang dijabarkan dalam RPJMN sebagai acuan dalam mengarahkan dan mengendalikan pembangunan secara nasional. Dengan tujuan besar Indonesia Emas 2045, visi ini memberikan gambaran tujuan pembangunan menuju negara maju dengan pendapatan per kapita yang kompetitif di kancah global.
Visi Emas ini secara prinsip memberikan gambaran jelas tentang tujuan pembangunan menuju negara yang tidak hanya berpendapatan tinggi, tetapi juga mampu bersaing dari sisi geo-ekonomi dan geo-politik. Namun, banyak indikator yang harus diperhatikan untuk mencapai visi tersebut.
Menuju 2045, Indonesia menghadapi banyak tantangan, persimpangan jalan yang akan memengaruhi strategi dan rencana pemerintah. Di tengah dinamika global, bukan hanya perkembangan teknologi seperti artificial intelligence (AI) dan machine learning (ML) yang mempengaruhi, tetapi juga adanya gejolak geopolitik seperti perang Ukraina-Rusia dan perang dagang AS-China.
Disrupsi Pekerjaan dan Sumber Daya Manusia
Dampak AI dan automasi sudah terasa dalam banyak sektor, menciptakan tantangan baru di pasar pekerjaan. Perubahan yang cepat ini berpotensi memunculkan disrupsi besar-besaran pada penciptaan lapangan kerja. Menurut laporan terbaru, jutaan pekerjaan terancam hilang, dan meskipun beberapa pekerjaan baru muncul, ada juga yang belum teridentifikasi. Ini menciptakan tantangan besar bagi SDM di Indonesia, yang umumnya masih lemah dan rentan.
Dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi, bukan sekadar angka yang harus distrategikan, tetapi juga bagaimana menghadapi kondisi sosial yang kompleks. Jika visi 2045 adalah negara maju dan berpendapatan tinggi, tentu ada banyak tantangan yang harus segera dihadapi, terutama berkaitan dengan pendidikan dan kesiapan tenaga kerja.
Indikator-indikator dalam RPJMN-RPJPN tidak hanya sebatas angka, tetapi kualitas kinerja capaian yang harus lebih ditekankan. Pencapaian tujuan mulia ini seharusnya tidak hanya terpaku pada output tetapi pada outcome yang berarti. Apakah kemampuan adaptasi dan kelincahan taktis Indonesia cukup untuk menjawab tantangan di tengah ketidakpastian global ini?
Transformasi sektor ekonomi juga menjadi suatu keharusan, dengan fokus khusus pada perlunya dukungan kepada Usaha Mikro-Kecil Menengah (UMKM) yang berperan besar dalam perekonomian nasional. Dalam konteks ini, hasil dari pengembangan sektor UMKM diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan oleh disrupsi teknologi.
Berbagai tantangan ini menjadi isu krusial bagi generasi penerus, terutama tokoh politik dan pemimpin bangsa. Generasi muda perlu memiliki daya cerna yang baik terhadap pilihan-pilihan yang ada dan mampu beradaptasi dengan sistem seleksi yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, mengedukasi generasi muda dan memberikan keterampilan yang tepat sangatlah penting.
Pekerjaan baru yang akan muncul akibat pergantian teknologi dan otomatisasi di masa depan patut untuk diperhatikan. Proyeksi selama ini menunjukkan bahwa sektor-sektor seperti teknologi, kesehatan, dan energi terbarukan akan menjadi lapangan kerja yang menjanjikan, tetapi untuk mendapatkan akses ke bidang-bidang tersebut, pendidikan dan pelatihan yang mumpuni adalah keharusan.
Perubahan paradigma di sektor pendidikan menjadi keharusan, dengan mengedepankan ‘soft skills’ yang bisa mendorong inovasi dan daya adaptasi di antara tenaga kerja. Tanpa keterampilan ini, individu akan sulit bersaing di era otomatisasi dan AI yang makin berkembang pesat.
Sebagai catatan penting, disrupsi yang dihadapi oleh dunia kerja tidak hanya berfokus pada penghilangan pekerjaan tetapi juga penciptaan peluang baru yang mungkin belum terbayangkan. Oleh karena itu, pendidikan yang mengedepankan keterampilan digital dan analitis sangat krusial untuk membentuk generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan.
Pemerintah perlu lebih proaktif dalam memfasilitasi transisi tenaga kerja menuju pekerjaan-pekerjaan baru. Sekolah dan lembaga pendidikan perlu berkolaborasi dengan dunia industri untuk memastikan bahwa kurikulum yang diajarkan relevan dengan kebutuhan pasar.
Dengan memanfaatkan momentum ini, Indonesia dapat merangkul potensi besar dalam menghadapi tantangan zaman dan bertransformasi menjadi negara yang berdaya saing tinggi di kancah global.
Penting bagi kita untuk menyadari bahwa kita berada di tengah persaingan yang sengit, baik dalam konteks ekonomi global maupun inovasi teknologi. Kita harus berfokus pada pengembangan kualitas SDM yang adaptable dan inovatif, agar tidak tertinggal dalam perlombaan ini.
Melihat tantangan dan peluang yang ada, kami berharap agar pemangku kepentingan, baik di tingkat pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil, dapat bersinergi untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif yang dalam jangka panjang dapat membawa Indonesia menuju visi Emas 2045 dengan sukses.