Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, baru-baru ini menyampaikan kekecewaannya kepada para senior Partai Golkar terkait sikap Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, dalam menyikapi isu tambang. Kekecewaan ini muncul di tengah konflik antara kepentingan industri tambang dan keberlangsungan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.
Dalam pernyataan terbuka yang disampaikan melalui media sosial, Said Didu menantang tokoh-tokoh besar di Partai Golkar seperti Aburizal Bakrie dan Jusuf Kalla. Ia mempertanyakan moralitas kepemimpinan Bahlil, terutama dalam konteks pengambilan keputusan yang berdampak pada masyarakat serta lingkungan. Apakah para senior merasa nyaman dengan keputusan yang dianggapnya merugikan kepentingan bangsa ini?
Pertanyaan Penting tentang Investasi dan Oligarki
Pernyataan Said Didu tidak hanya mengundang perhatian, tetapi juga munculkan pertanyaan mendalam tentang bagaimana keputusan fiskal yang diambil oleh pemerintah dapat mempengaruhi nasib masyarakat. Dalam waktu dekat, dua kasus besar menjadi sorotan, yaitu penggusuran yang terjadi di Rempang dan kekhawatiran terhadap aktivitas tambang di Raja Ampat. Tindakan ini dinilai merugikan rakyat dan lebih berpihak pada kepentingan oligarki serta asing.
Data menunjukkan bahwa penggusuran sebagai dampak dari ekspansi industri seringkali diiringi dengan pengabaian terhadap hak-hak masyarakat lokal. Pada kasus Rempang, masyarakat setempat terpaksa menyerahkan tanah mereka demi kepentingan investasi luar. Ini seolah menjadi sinyal bahwa pemerintah lebih memilih jalur investasi daripada melindungi hak rakyat. Di sisi lain, di Raja Ampat, ada keraguan besar mengenai keberanian Menteri Bahlil untuk menindaklanjuti tindakan perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah tersebut meskipun terdapat resistensi dari masyarakat lokal dan aktivis lingkungan.
Risiko dan Peluang di Sektor Tambang
Pembicaraan mengenai sektor tambang tak lepas dari potensi benturan antara kegiatan industri dan pelestarian lingkungan. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, juga menyoroti masalah ini, terutama risiko yang mungkin timbul dari aktivitas tambang nikel di Raja Ampat. Kawasan yang terkenal dengan keindahan alamnya ini berada di ambang krisis jika upaya eksploitasi tidak diimbangi dengan pelestarian sumber daya alam.
Strategi yang perlu diterapkan adalah menciptakan keseimbangan antara investasi dan konservasi. Pelanggaran terhadap prinsip kedaulatan negara atas tanah dan lingkungan dapat berdampak buruk bagi citra pemerintahan. Oleh karena itu, pembuat kebijakan harus menyediakan kerangka regulasi yang ketat demi melindungi aset-aset berharga ini. Pengawasan yang lebih ketat juga diperlukan untuk mencegah eksploitasi berlebihan yang bisa menghancurkan ekosistem lokal.
Keberlanjutan harus menjadi pusat perencanaan industri, bukan hanya keuntungan jangka pendek. Jika pemerintah mengambil langkah aktif dalam melibatkan masyarakat lokal, maka investasi yang dilakukan bisa lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan. Hal ini bukan hanya baik untuk masyarakat, tetapi juga untuk lingkungan, yang pada gilirannya akan menjaga reputasi dan stabilitas politik negara.