Pedagang kaki lima (PKL) di kawasan alun-alun Kabupaten Jember, Jawa Timur, telah menjadi isu yang memerlukan perhatian dari dua bupati: Hendy Siswanto dan Muhammad Fawait. Keduanya mendapatkan kritik terkait perlunya penertiban PKL agar wajah pusat kota tidak terlihat kumuh.
Berdasarkan data terbaru dari Satpol PP Jember pada tahun 2023, terdapat 248 PKL yang beroperasi di alun-alun sejak 2 November 2022. Dari jumlah tersebut, 39 adalah pedagang kopi keliling, 55 pedagang mainan, dan 134 pedagang makanan dan minuman. Hal ini menunjukkan pola perekomian yang penting, namun juga tantangan bagi penataan kota.
Masalah PKL dan Penertiban di Alun-Alun
Isu terkait PKL di alun-alun ini bukanlah hal baru. Komisi B DPRD Jember sebelumnya meminta Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Koperasi serta Usaha Mikro Kecil Menengah untuk menertibkan PKL menjelang acara Jember Fashion Carnaval pada Agustus 2023. Hal ini dilakukan karena beberapa tamu dari kabupaten lain mengungkapkan keprihatinan terhadap kondisi alun-alun yang semrawut. Sekretaris Komisi B, David Handoko Seto, dalam inspeksinya menyatakan, “Kondisi ini berada di depan pendapa dan nyulek mata.”
Bupati Hendy Siswanto mengambil langkah berbeda dengan memperbolehkan PKL untuk tetap berjualan di alun-alun demi memulihkan perekonomian pasca-pandemi. “Kok seperti pasar alun-alun sekarang? Kita butuh makan,” ujarnya saat penutupan pameran barang antik. Keputusan ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat antara perlunya ruang publik yang bersih dan dukungan terhadap perekonomian kecil.
Rencana Penertiban dan Solusi Alternatif
Kedua bupati, meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, mengakui pentingnya menata alun-alun Jember Nusantara agar tetap berfungsi sebagai ruang publik yang baik. Bupati Hendy, pada saat memimpin, menginginkan manajemen yang teratur untuk PKL setelah renovasi alun-alun. Ia berencana agar PKL tidak sembarangan berjualan dan akan disediakan gerobak berjalan untuk mencegah mereka menetap di satu tempat.
Selain itu, Pemkab Jember mencanangkan Jalan Samanhudi dan Jalan Kartini sebagai lokasi alternatif bagi PKL. Rencana untuk membangun gedung sentra kuliner di Jalan Ciliwung juga menjadi bagian dari upaya ini, yang akan dihubungkan dengan alun-alun melalui jembatan yang dirancang dengan bentuk menarik.
Sementara itu, Bupati Muhammad Fawait menunjukkan lebih banyak empati terhadap PKL. Ia berbicara tentang pentingnya memberikan opsi tempat yang baik dan bersih bagi mereka. Rencananya untuk membuat ‘food street’ akan meniru konsep sukses dari Malioboro di Yogyakarta. Ia percaya bahwa dengan menciptakan lingkungan yang nyaman, alun-alun bisa berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi yang hidup.
Langkah-langkah ini mencerminkan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sambil tetap menjaga estetika dan fungsi ruang publik. Baik Hendy maupun Fawait memiliki visi jangka panjang untuk menjadikan alun-alun bukan hanya sebagai tempat berjualan, tetapi sebagai ruang berkumpul masyarakat yang bersih dan teratur.
Pedagang kaki lima (PKL) di kawasan alun-alun Kabupaten Jember, Jawa Timur, telah menjadi isu yang memerlukan perhatian dari dua bupati: Hendy Siswanto dan Muhammad Fawait. Keduanya mendapatkan kritik terkait perlunya penertiban PKL agar wajah pusat kota tidak terlihat kumuh.
Berdasarkan data terbaru dari Satpol PP Jember pada tahun 2023, terdapat 248 PKL yang beroperasi di alun-alun sejak 2 November 2022. Dari jumlah tersebut, 39 adalah pedagang kopi keliling, 55 pedagang mainan, dan 134 pedagang makanan dan minuman. Hal ini menunjukkan pola perekomian yang penting, namun juga tantangan bagi penataan kota.
Masalah PKL dan Penertiban di Alun-Alun
Isu terkait PKL di alun-alun ini bukanlah hal baru. Komisi B DPRD Jember sebelumnya meminta Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Koperasi serta Usaha Mikro Kecil Menengah untuk menertibkan PKL menjelang acara Jember Fashion Carnaval pada Agustus 2023. Hal ini dilakukan karena beberapa tamu dari kabupaten lain mengungkapkan keprihatinan terhadap kondisi alun-alun yang semrawut. Sekretaris Komisi B, David Handoko Seto, dalam inspeksinya menyatakan, “Kondisi ini berada di depan pendapa dan nyulek mata.”
Bupati Hendy Siswanto mengambil langkah berbeda dengan memperbolehkan PKL untuk tetap berjualan di alun-alun demi memulihkan perekonomian pasca-pandemi. “Kok seperti pasar alun-alun sekarang? Kita butuh makan,” ujarnya saat penutupan pameran barang antik. Keputusan ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat antara perlunya ruang publik yang bersih dan dukungan terhadap perekonomian kecil.
Rencana Penertiban dan Solusi Alternatif
Kedua bupati, meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, mengakui pentingnya menata alun-alun Jember Nusantara agar tetap berfungsi sebagai ruang publik yang baik. Bupati Hendy, pada saat memimpin, menginginkan manajemen yang teratur untuk PKL setelah renovasi alun-alun. Ia berencana agar PKL tidak sembarangan berjualan dan akan disediakan gerobak berjalan untuk mencegah mereka menetap di satu tempat.
Selain itu, Pemkab Jember mencanangkan Jalan Samanhudi dan Jalan Kartini sebagai lokasi alternatif bagi PKL. Rencana untuk membangun gedung sentra kuliner di Jalan Ciliwung juga menjadi bagian dari upaya ini, yang akan dihubungkan dengan alun-alun melalui jembatan yang dirancang dengan bentuk menarik.
Sementara itu, Bupati Muhammad Fawait menunjukkan lebih banyak empati terhadap PKL. Ia berbicara tentang pentingnya memberikan opsi tempat yang baik dan bersih bagi mereka. Rencananya untuk membuat ‘food street’ akan meniru konsep sukses dari Malioboro di Yogyakarta. Ia percaya bahwa dengan menciptakan lingkungan yang nyaman, alun-alun bisa berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi yang hidup.
Langkah-langkah ini mencerminkan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sambil tetap menjaga estetika dan fungsi ruang publik. Baik Hendy maupun Fawait memiliki visi jangka panjang untuk menjadikan alun-alun bukan hanya sebagai tempat berjualan, tetapi sebagai ruang berkumpul masyarakat yang bersih dan teratur.