www.fokustempo.id – Kuasa Hukum Nany Widjaja, Billy Handiwiyanto, mengekspresikan kekecewaannya terhadap keputusan penyidik Dirreskrimum Polda Jatim yang menetapkan kliennya sebagai tersangka dalam kasus penggelapan saham PT Darma Nyata Press (PT DNP). Dalam pandangan Billy, langkah penyidik ini terkesan terburu-buru dan tidak mempertimbangkan aspek hukum yang lebih mendalam.
Menurut Billy, tindakan penyidik diambil tanpa adanya landasan hukum yang kuat, terutama terkait klaim PT Jawa Pos sebagai pemilik saham di PT Darma Nyata Press. Dia berpendapat bahwa situasi ini sangat merugikan kliennya, yang telah menjalani prosedur investasi yang sah dan berkepastian.
Secara lebih lanjut, Billy menjelaskan bahwa Nany Widjaja telah menjadi pemegang saham PT Dharma Nyata Press sejak tahun 1998, dengan kepemilikan yang diakui secara resmi. Hal ini menunjukkan bahwa proses yang dijalani Nany jauh lebih kompleks daripada yang tersaji dalam laporan rendah dari PT Jawa Pos.
Pentingnya Kejelasan Hukum dalam Sengketa Saham
Dalam kasus ini, kejelasan hukum menjadi sangat krusial. Keberadaan akta jual beli yang sah menunjukkan posisi Nany yang tidak bisa diabaikan. Akta tersebut, yang menyatakan nilai transaksi yang mencapai Rp648.000.000 untuk 72 lembar saham, mempertegas legalitas kepemilikan sahamnya.
Billy menekankan bahwa meskipun PT Dharma Nyata Press pernah melakukan pinjaman kepada PT Jawa Pos, utang tersebut sudah lunas dalam waktu enam bulan setelah transaksi saham terjadi. Namun, langkah-langkah yang diambil oleh penyidik Polda Jatim seolah mengabaikan fakta-fakta ini.
Salah satu aspek yang menarik dalam perkara ini adalah adanya surat pernyataan sepihak yang ditandatangani oleh Nany pada tahun 2008. Menurut Billy, surat tersebut tidak memberikan keleluasaan bagi Nany sebelumnya untuk memahami isinya dan tidak seharusnya dijadikan dasar laporan terhadap kliennya.
Prosedur Hukum yang Dijalani dan Tantangannya
Proses hukum yang dijalani oleh Nany Widjaja tidak hanya sebatas kasus pidana. Terdapat pula gugatan perdata yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya terkait kepemilikan saham PT Dharma Nyata Press. Sidang pertama telah digelar, dan kini dalam tahap pembuktian.
Billy mencatat bahwa putusan perdata ini akan sangat memengaruhi proses pidana yang sedang berlangsung. Dia merujuk pada Perma No. 1 Tahun 1958 yang menyatakan bahwa kasus-kasus yang tergolong sebagai Prejudicieel Geschil harus ditangguhkan hingga putusan perdata keluaran.
Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun aspek pidana terlihat mendominasi, ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan agar keadilan dapat ditegakkan. Terlebih, perlakuan yang tidak seimbang dalam proses penyidikan juga memicu kekhawatiran akan keadilan hukum yang objektif.
Rekomendasi dari Biro Wassidik Mabes Polri
Mengingat rekomendasi dari pihak Biro Wassidik Mabes Polri yang menganjurkan pendalaman terhadap saksi kunci, baik Nany maupun Dahlan Iskan, hal ini menunjukkan bahwa penyidik Polda Jatim belum menjalankan tugasnya secara optimal. Billy menyatakan bahwa belum ada tindak lanjut yang konkret terkait rekomendasi tersebut, yang mengindikasikan adanya kelalaian dalam proses penyidikan.
Lebih lanjut, aspek akademik juga terabaikan di sini. Ketidakadilan dalam menghadirkan saksi ahli dari kedua belah pihak menunjukkan kurangnya prinsip keseimbangan dalam penegakan hukum. Billy merasa bahwa pihaknya tidak mendapatkan hak yang sama, yang seharusnya menjadi fondasi dalam prosedur hukum.
Dari perspektif hukum, aspek legal standing pun menjadi sorotan utama. Sebagaimana dibuktikan oleh catatan resmi, selama bertahun-tahun tidak ada nama PT Jawa Pos yang terdaftar sebagai pemegang saham di PT Dharma Nyata Press, sehingga mengajukan laporan menjadi sangat meragukan.
Kesimpulan dan Harapan ke Depan
Dalam menghadapi situasi ini, Billy Handiwiyanto menyatakan harapan agar keadilan dapat tercapai melalui proses hukum yang obyektif. Ia berharap langkah-langkah yang diambil selanjutnya dapat mencerminkan keadilan, bukan sekadar mengikuti opini dari pihak-pihak tertentu. Hal ini cukup penting agar kasus ini tidak terjebak dalam stigma negatif yang diperoleh dari laporan sepihak.
Billy juga mengingatkan pentingnya menghormati proses dan bukti yang ada, serta merangkul semua pihak untuk mendapatkan solusi terbaik. Perdebatan tentang kepemilikan sah dan aspek hukum tidak seharusnya menjadi ruang untuk saling menyerang, melainkan jalur untuk mencapai kebenaran.
Dengan kondisi ini, perjuangan untuk mengungkap fakta-fakta yang sesungguhnya diharapkan tidak hanya diakhiri dengan penetapan tersangka, tapi menemukan titik terang untuk semua pihak yang terlibat. Dalam konteks yang lebih luas, hal ini mencerminkan pentingnya integritas di dalam dunia hukum dan ekonomi.