www.fokustempo.id – Bupati Muhammad Fawait dan DPRD Kabupaten Jember baru-baru ini menandatangani persetujuan Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk tahun 2025. Proses tersebut berlangsung di gedung parlemen pada 7 Agustus 2025 dan menjadi salah satu langkah penting dalam perencanaan keuangan daerah.
Pendapatan awal yang direncanakan sebelumnya sebesar Rp.4,374 triliun mengalami penambahan sebesar Rp.24,203 miliar, sehingga totalnya kini mencapai Rp.4,398 triliun. Kenaikan ini didapatkan dari sektor pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer yang menunjukkan perubahan signifikan dalam pengelolaan keuangan daerah.
Pendapatan asli daerah mencatat peningkatan yang signifikan, naik sebesar Rp.82,107 miliar dari angka sebelumnya Rp.1,072 triliun menjadi Rp.1,154 triliun. Peningkatan ini terutama bersumber dari pajak daerah yang mengalami pertumbuhan dan retribusi yang lebih baik, meski terdapat penurunan dari sisi lain-lain pajak.
Analisis Pendapatan Asli Daerah dan Faktor Pendorongnya
Kenaikan pendapatan pajak daerah yang mencapai Rp.35,010 miliar berkontribusi pada peningkatan total, dari Rp.471,737 miliar menjadi Rp.506,748 miliar. Hal ini menunjukkan efektivitas dalam sistem perpajakan yang diterapkan, walaupun masih ada ruang untuk optimalisasi.
Sementara itu, retribusi daerah mengalami peningkatan yang lebih signifikan, yaitu Rp.81,967 miliar, membuat totalnya melonjak dari Rp.548,510 miliar menjadi Rp.630,478 miliar. Kenaikan ini mencerminkan perbaikan dalam pengelolaan retribusi yang seharusnya berkontribusi pada pendapatan daerah secara keseluruhan.
Namun, meskipun terdapat kenaikan pada beberapa sektor, sisa dari pendapatan asli daerah justru mengalami penurunan yang signifikan. Dari Rp.44,080 miliar menjadi Rp.9,209 miliar, menunjukkan adanya tantangan dalam pengelolaan dan pemungutan pajak yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah.
Perkembangan Pendapatan Transfer dan Implikasinya
Berbeda dengan pendapatan asli daerah, pendapatan transfer justru mengalami penurunan. Dari Rp.3,302 triliun, kini menjadi Rp.3,244 triliun. Penurunan ini dipengaruhi oleh pengurangan dari Pemerintah Pusat dan antar daerah yang harus segera diatasi.
Nilam Noor Fadilah Wulandari, juru bicara Badan Anggaran DPRD Jember, menekankan perlunya evaluasi dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah. Dia mencatat bahwa cara pemungutan dan monitoring belum berjalan maksimal, sehingga potensi pendapatan yang hilang perlu diminimalisir.
Pengurangan pendapatan transfer ditambah dengan berkurangnya daya dukung dari pemerintah pusat menimbulkan tantangan baru dalam penyusunan anggaran. Tentunya, ini membutuhkan strategi baru untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah agar dapat lebih mandiri.
Kenaikan dan Pengelolaan Belanja Daerah yang Efektif
Di sisi lain, belanja daerah mengalami kenaikan signifikan sebesar Rp.268,117 miliar. Total belanja kini mencapai Rp.4,954 triliun, yang mencakup berbagai komponen penting seperti belanja operasi dan belanja modal. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk melakukan investasi dalam pembangunan.
Belanja operasi bertambah sebesar Rp.158,999 miliar, dari Rp.3,756 triliun menjadi Rp.3,915 triliun. Salah satu penyebab utama peningkatan ini adalah belanja barang dan jasa yang menunjukkan trend positif dalam pengeluaran, sekaligus mendukung berbagai program pemerintah daerah.
Di sisi lain, belanja pegawai mengalami penurunan, menjadi Rp.1,753 triliun, menunjukkan adanya penataan ulang dan efektivitas dalam pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan pemerintahan. Hal ini tentu perlu dikontrol agar tetap berguna dalam mencapai tujuan anggaran.
Strategi Pembangunan yang Harus Dilaksanakan ke Depan
Nilam menyebutkan adanya dua permasalahan utama dalam pengelolaan belanja daerah. Pertama, adalah hilangnya Dana Alokasi Umum (DAU) di bidang Pekerjaan Umum dan Dana Alokasi Fisik dalam bidang irigasi yang menjadi tantangan dalam menjaga keseimbangan fiskal daerah. Berbagai langkah strategis perlu ditempuh untuk menjawab tantangan ini.
Kedua, ketergantungan daerah pada dana transfer masih sangat dominan. Hal ini mengakibatkan rendahnya kemandirian daerah, yang tentunya perlu dicarikan solusi agar pendapatan asli daerah lebih mampu menutup kebutuhan belanja publik.
Dengan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2025, pemerintah daerah didorong untuk mempercepat pembangunan dan memperbaiki infrastruktur. Prioritas utamanya adalah meningkatkan dan memperbaiki jaringan irigasi demi mencapai swasembada pangan yang diharapkan.
Dengan demikian, pergeseran dalam pengelolaan pendapatan dan belanja daerah ini diharapkan dapat membawa perubahan yang positif bagi masyarakat. Keseimbangan antara pendapatan dan belanja menjadi kunci dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Jember.
Adanya penambahan pada pos pembiayaan juga menunjukkan satu sisi optimisme dalam mengelola dana secara lebih efektif. Total pembiayaan netto kini meningkat menjadi Rp.556,165 miliar setelah pembahasan yang matang.