www.fokustempo.id – Pemerintah Kabupaten Jember berada di tengah tantangan besar terkait perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD). Komitmen yang kuat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan pertanian yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan di daerah tersebut.
Pengurangan luas LP2B dan LSD bukanlah pilihan yang bijaksana. Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jember menegaskan perlunya penegasan dari pemerintah daerah untuk melindungi lahan-lahan ini demi kepentingan masyarakat dan keberlangsungan sektor pertanian.
Ketahanan pangan tidak bisa diperoleh tanpa adanya ketersediaan lahan yang memadai dan terlindungi. Menjaga keberlanjutan pertanian menjadi salah satu kewajiban pemerintah dalam menyusun kebijakan pembangunan, seperti yang disampaikan oleh juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Suharto.
Penting untuk memastikan bahwa pembangunan di Jember tetap berpihak pada sektor pertanian. Hal ini harus dilakukan demi menjaga ketersediaan pangan dan mendukung program strategis nasional untuk produksi pangan.
Urgensi Perlindungan Lahan Pertanian di Jember
Pemerintah daerah harus menanggapi berbagai dinamika yang terjadi terkait perlindungan lahan. Dengan adanya dorongan dari Fraksi PDI Perjuangan, diharapkan ada langkah konkret dalam menolak setiap bentuk pengurangan lahan pertanian.
Isu perlindungan LP2B dan LSD menjadi bagian penting dalam pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jember 2025-2029. Komisi B DPRD Jember telah mengangkat topik ini dalam rapat dengar pendapat yang diadakan baru-baru ini.
Ketua Komisi B, Candra Ary Fianto, mengingatkan bahwa perubahan data mengenai LSD dan LP2B harus ditanggapi secara serius. Data yang tidak konsisten dapat memengaruhi keputusan terkait peruntukan lahan yang penting bagi pertanian.
Perbedaan Data dan Implikasinya bagi Lahan Pertanian
Ketua Komisi B juga menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam luas LSD antara surat keputusan bupati tahun 2022 dan data geospasial yang diperoleh pada tahun 2023. Penyusutan lahan seperti ini memunculkan pertanyaan tentang pengelolaan dan perlindungan lahan yang sudah ada.
Perhatian serius harus diberikan pada ketentuan hukum yang mengatur tentang lahan sawah. Menurut Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang, lahan sawah yang terdapat dalam LSD tidak seharusnya dialihfungsikan tanpa kajian yang mendalam.
Masalah ini menjadi semakin kompleks dengan penentuan LP2B yang berbeda dengan wewenang kepala Dinas Tanaman Pangan. Tanpa kejelasan dalam batasan kewenangan ini, akan sulit untuk mencapai tujuan perlindungan lahan.
Menghadapi Tantangan Urbanisasi dan Ketersediaan Lahan
Di sisi lain, pertumbuhan penduduk yang pesat juga menambah tantangan baru bagi Pemkab Jember. Kebutuhan perumahan yang mendesak menjadi alasan untuk mempertimbangkan alih fungsi lahan yang berpotensi berbahaya bagi ketahanan pangan.
Imam Sudarmaji, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan, mengakui adanya lahan cadangan yang dapat dimanfaatkan, meskipun kualitasnya tidak sepenuhnya optimal. Hal ini menunjukkan perlunya infrastruktur dan perhatian dalam pengelolaan lahan.
Untuk menghindari dampak negatif dari peralihan fungsi lahan, perencanaan yang cermat dan terstruktur harus dilakukan. Setiap kebijakan yang diambil harus mempertimbangkan dampaknya bagi pertanian dan ketahanan pangan.
Kesepakatan dan Evaluasi Bersama Pemangku Kepentingan
Kesepakatan antara eksekutif dan legislatif dalam RPJMD perlu dijalankan dengan baik. Fraksi Partai Nasional Demokrat mendorong agar data LSD dan LP2B dipatuhi oleh semua organisasi perangkat daerah dalam perencanaan mereka.
Proses evaluasi peruntukan lahan harus dilakukan secara berkesinambungan untuk menghindari kesalahan yang sama di masa depan. Keputusan untuk mengalihkan fungsi lahan harus didasarkan pada kajian yang mendalam dan valid.
Pergeseran alih fungsi lahan harus selalu dipantau dan dicermati dengan seksama. Hal ini bertujuan agar tidak ada keputusan yang merugikan masyarakat dan masa depan pangan di Kabupaten Jember.