www.fokustempo.id – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) memastikan tidak ada perubahan untuk Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun ini. Penegasan ini disampaikan oleh Kepala Bapenda Banyuwangi, Samsudin, yang menunjukkan konsistensi dalam penghitungan berdasarkan klasterisasi nilai objek pajak.
Keputusan tersebut diambil setelah diskusi yang mendalam, menegaskan bahwa tarif PBB-P2 tidak mengalami kenaikan. Samsudin mengungkapkan bahwa perhitungan tarif tetap akan mengikuti standar yang ada, memberikan kepastian bagi masyarakat.
Lebih lanjut, Samsudin menjelaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan rekomendasi yang mendorong perubahan dari sistem multi tarif ke single tarif. Namun, rekomendasi tidak akan diimplementasikan untuk tahun ini, sesuai dengan kebijakan daerah yang berlaku.
Keputusan Pemerintah Daerah Terkait PBB-P2
Samsudin menegaskan bahwa dalam Peraturan Daerah (Perda) Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2024, pengaturan mengenai PBB-P2 dilaksanakan dengan multi tarif. Di mana, tarif dikenakan berdasarkan kategori nilai jual objek pajak (NJOP) untuk setiap golongan tanah dan bangunan.
Perda tersebut menetapkan bahwa nilai jual objek pajak hingga Rp1 miliar dikenakan tarif 0,1 persen per tahun. Sementara itu, untuk NJOP mencapai Rp1–5 miliar, tarif yang dikenakan adalah 0,2 persen, dan untuk yang melebihi Rp5 miliar dikenakan tarif 0,3 persen.
Rekomendasi dari Kemendagri, yang menganjurkan penerapan tarif tunggal sebesar 0,3 persen untuk semua kategori, akan menjadi pertimbangan di masa mendatang. Namun, bupati telah memutuskan untuk tetap menggunakan model multi tarif demi menjaga keberagaman tarif sesuai kondisi setempat.
Pertimbangan dalam Penetapan Tarif dan Pemotongan Pajak
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, telah menyampaikan instruksi untuk menerapkan perhitungan multi tarif dalam Peraturan Bupati (Perbup). Dengan keputusan ini, tarif PBB-P2 diharapkan tidak menambah beban bagi masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang menantang.
Menurut Samsudin, keputusan pemerintah daerah ini tidak melanggar ketentuan. Sebab, Kemendagri juga memberi ruang bagi kepala daerah untuk menetapkan tarif PBB-P2 dalam peraturan yang lebih rinci dan spesifik bagi daerah masing-masing.
Samsudin menegaskan pentingnya mempertahankan klasterisasi dalam penetapan tarif PBB-P2. Hal ini dikarenakan pendekatan ini lebih adil dan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat sesuai dengan potensi pajak mereka.
Stimulus Pajak dan Pemutakhiran Data Objek Pajak
Samsudin juga menambahkan bahwa selain menjaga tarif, Pemkab Banyuwangi memutuskan untuk memberikan stimulus dan pengurangan tarif PBB-P2. Ini bertujuan untuk mendorong kepatuhan warga dalam membayar pajak serta membantu masyarakat yang terdampak secara ekonomi.
Potensi penghasilan dari PBB-P2 diperkirakan mencapai Rp177 miliar, namun Pemkab memberikan stimulus sebesar Rp104 miliar, sehingga potensi yang dihitung hanya sekitar Rp73 miliar. Dengan cara ini, pemerintah berharap ketercapaian pajak lebih realistis dan sesuai harapan.
Namun, Samsudin mengingatkan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak masih menjadi faktor penting. Dalam estimasinya, payah pajak masyarakat diperkirakan hanya mencapai 75-80 persen, menjadikan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk PBB-P2 hanya sekitar Rp60 miliar.
Terakhir, Samsudin mengungkapkan adanya rencana pemutakhiran data objek pajak setelah lebih dari satu dekade tidak dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memastikan keakuratan penghitungan NJOP, terutama bagi objek yang telah berubah penggunaan dari sawah menjadi bangunan atau fungsi lainnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, Pemkab Banyuwangi berupaya untuk menjaga orientasi pelayanan publik yang baik sambil tetap melaksanakan tanggung jawab dalam pengelolaan pajak yang transparan dan akuntabel. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.