www.fokustempo.id – Gresik – Seorang oknum Kepala Desa asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, berinisial AA (53) tidak menjalani hukuman penjara, melainkan direhabilitasi setelah terlibat dalam pesta sabu bersama rekannya SM (49) di rumah warga. Kejadian ini menarik perhatian publik, terutama berkaitan dengan peran seorang pemimpin desa dalam menyebarkan pengaruh negatif.
Apa yang terjadi di Pulau Bawean menciptakan keprihatinan, mengingat desa tersebut dikenal sebagai daerah yang memiliki ikatan religi yang kuat. Penangkapannya menimbulkan pertanyaan: bagaimana seorang pemimpin desa bisa terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba? Keduanya kepergok oleh patroli Reskrim Polsek Tambak saat sedang melakukan pesta sabu. Setelah event tersebut, mereka dibawa ke Polres Gresik untuk menjalani penyelidikan lebih lanjut.
Proses Penegakan Hukum dan Rehabilitasi
Kasatreskoba Polres Gresik, AKP Joko Suprianto, mengungkapkan bahwa AA dan SM direhabilitasi karena ketergantungan terhadap narkoba yang sudah mencapai tahap parah. Menarik untuk dicatat bahwa langkah rehabilitasi ini tidak hanya menggambarkan sisi humanis dalam penegakan hukum, tetapi juga menunjukkan pendekatan yang lebih konstruktif daripada sekadar hukuman penjara. “Kedua orang itu direhabilitasi di rumah Giri Raharjo Bersinar, kompleks Ruko Central Line blok A/25 Driyorejo Gresik, sampai sembuh,” jelasnya.
Di balik keputusan ini, terdapat beberapa pertimbangan signifikan. Pertama, saat pemeriksaan ponsel keduanya, tidak ditemukan percakapan yang mencurigakan terkait transaksi narkoba. Selain itu, AA bukanlah residivis, dan tidak ada bukti keterlibatan dengan individu lain yang mungkin terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut. Hal ini memberikan gambaran bahwa penegakan hukum tidak selalu harus berujung pada penahanan, terutama jika ada faktor-faktor yang meringankan.
Dampak Sosial dan Tindak Lanjut
Kejadian ini tentu saja menimbulkan dampak sosial yang cukup besar, terutama bagi masyarakat Pulau Bawean yang selama ini dikenal sebagai daerah yang religius dan konservatif. Masyarakat mulai mempertanyakan integritas pemimpin mereka, dan apa yang bisa dilakukan untuk mencegah hal serupa terjadi lagi di masa depan. Untuk mendalami lebih jauh, AA dan SM mengaku mendapatkan pasokan sabu dari pelaku berinisial SH yang kini menjadi buronan.
Dari tindakan polisi, sebanyak 1,4 gram sabu disita, yang digunakan mereka dalam pesta tersebut. Selain itu, ditemukan pula 0,5 gram dan satu alat hisap lainnya. Penegasan bahwa mereka sudah menggunakan narkoba ini sebanyak empat kali untuk “menambah stamina” juga menggarisbawahi betapa seriusnya masalah ini. Penagihan terhadap penggunaan narkoba dan pemahaman tentang bahaya narkoba harus menjadi fokus utama dalam pemulihan masyarakat.
Dalam penutupan, kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan dan kesadaran akan bahaya penyalahgunaan narkoba. Rehabilitasi yang dijalani kedua oknum sangat diharapkan dapat memberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki diri dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Perhatian harus diberikan tidak hanya pada individu yang terlibat, tetapi juga pada komunitas sekitar untuk mencegah penyebaran pengaruh negatif di lingkungan mereka.