www.fokustempo.id – Isu mengenai distribusi pupuk bersubsidi di Kabupaten Jember, Jawa Timur, baru-baru ini mencuat ke permukaan. Praktik curang yang melibatkan oknum petugas penyuluh lapangan pertanian telah terbongkar, mengindikasikan adanya penyimpangan dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang dirancang untuk membantu petani.
Kasus ini terungkap setelah Khurul Fatoni, anggota Komisi B DPRD Jember, melakukan investigasi mendalam di beberapa kios di Kecamatan Jombang. Dalam prosesnya, Fatoni menemukan sejumlah penyimpangan, termasuk adanya kios yang menjual pupuk bersubsidi dengan harga lebih tinggi dari yang seharusnya.
Fatoni menjadikan Jombang sebagai lokasi studi karena nærheten dengan kediamannya. Selain menemukan pelanggaran harga, investigasi juga mengungkap penggunaan data RDKK yang disalahgunakan, merugikan para petani yang benar-benar berhak mendapatkan pupuk bersubsidi.
Masalah Kuota Pupuk Bersubsidi dan Pengaruhnya terhadap Petani
Kebijakan yang membatasi kuota pupuk bersubsidi hanya untuk petani dengan pengelolaan maksimal dua hektare lahan tentu menimbulkan kesulitan. Di tengah lahan tebu yang luas, banyak pengusaha kesulitan memenuhi syarat untuk mendapatkan pupuk bersubsidi.
Fatoni mendapati bahwa terdapat kongkalikong antara pengusaha tebu dan beberapa oknum penyuluh lapangan. Oknum tersebut memiliki akses langsung untuk menginput data dalam RDKK, sehingga mempermudah mereka untuk mendekati pengusaha yang membutuhkan pupuk tersebut.
Menurut Fatoni, modus penyalahgunaan ini dilakukan dengan menggunakan identitas petani-petani lain untuk memenuhi kuota pupuk. Hal ini merupakan tindakan yang merugikan petani lain yang berhak dan seharusnya mendapatkan bantuan pupuk bersubsidi.
Temuan Kecurangan dalam Data RDKK
Fatoni menemukan bahwa 30-40 persen data dalam RDKK bisa dikategorikan fiktif. Sebagian besar informasi yang digunakan untuk pengajuan pupuk tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Modus ini tentunya sangat merugikan para petani yang patuh pada aturan.
Investigasi menunjukkan bahwa beberapa oknum petugas penyuluh mengubah data luas lahan milik petani agar terlihat lebih kecil dari yang sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari penolakan kuota yang lebih tinggi berdasarkan hukum yang berlaku.
Penggunaan data acak dari ajang pemilihan umum juga menjadi sorotan. Fatoni mempertanyakan bagaimana data tersebut bisa lolos dalam proses verifikasi RDKK. Hal ini menunjukkan adanya celah dalam sistem yang seharusnya mengatur distribusi pupuk untuk kepentingan petani.
Respons dari Anggota DPRD dan Dinas Pertanian
Wahyu Prayudi Nugroho, anggota DPRD, menekankan bahwa tindakan meminjam identitas untuk memenuhi RDKK hanya menguntungkan segelintir pengusaha. Dia berpendapat bahwa hal ini merugikan para petani lain yang sebenarnya berhak atas pupuk tersebut.
Nugroho juga menekankan bahwa pemerintah seharusnya memastikan semua petani mendapatkan haknya. Dia meminta Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Jember untuk mengevaluasi dan mencari solusi atas masalah yang ada saat ini.
Sri Agiyanti, Kepala Bidang Penyuluhan, menjelaskan bahwa pengawasan Pupuk Bersubsidi seharusnya lebih ketat. Namun, banyak kelompok tani yang memberikan data tidak akurat, sehingga membuat pekerjaan penyuluh menjadi lebih sulit.
Usulan Solusi dan Perbaikan Sistem Distribusi Pupuk
Untuk perbaikan ke depannya, anggota Komisi B meminta kelompok tani untuk lebih proaktif dalam mendampingi anggotanya. Dukungan dari ketua kelompok tani akan menjadi kunci agar para petani dapat memperoleh pupuk bersubsidi tanpa adanya penyimpangan.
Agiyanti mengungkapkan pentingnya memiliki tim yang siap untuk verifikasi dan validasi data. Dengan langkah ini, diharapkan distribusi pupuk bersubsidi bisa berjalan lebih transparan dan akuntabel.
Kelangsungan hidup para petani di Jember sangat tergantung pada terpenuhinya kebutuhan ide, termasuk akses pada pupuk bersubsidi. Bila masalah ini tidak segera teratasi, dikhawatirkan akan ada dampak negatif yang lebih luas terhadap pertanian dan perekonomian daerah.