www.fokustempo.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya mewakili suara publik dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) pada pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKUA-PPAS) Perubahan 2025. Rapat yang berlangsung pada tanggal 21 Juli 2025 ini diwarnai dengan kemarahan anggota dewan yang mengungkapkan kekecewaan terhadap pengajuan skema utang yang tiba-tiba disampaikan oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Besar utang yang diusulkan mencapai Rp452 miliar, dan anggota DPRD merasa hal itu tidak pernah dibahas sebelumnya. Pertanyaan tentang dasar hukum dan urgensi utang tersebut pun mengemuka, menambah ketegangan dalam rapat tersebut.
Anggota Banggar dari fraksi NasDem, Imam Syafi’i, secara tegas menyampaikan ketidakpuasannya. Dia menegaskan bahwa pengajuan utang sebesar itu seharusnya tidak disampaikan tanpa pemberitahuan atau dasar yang kokoh.
Pembiayaan alternatif yang tercantum dalam skema utang ini direncanakan untuk mendanai lima proyek infrastruktur di Kota Surabaya. Beberapa proyek tersebut mencakup pembangunan Jalan Lingkar Luar Barat, pelebaran Jalan Wiyung, penanganan banjir, diversifikasi saluran Gunungsari, dan pemasangan penerangan jalan umum.
Imam juga mengkritik proyek pelebaran Jalan Wiyung yang dinilai lebih menguntungkan pihak pengembang kawasan elit. Di sisi lain, dana untuk program sosial seperti bedah rumah justru dikurangi, menimbulkan keprihatinan di kalangan anggota DPRD.
“Rencana memanfaatkan utang untuk pelebaran jalan di kawasan elit, sementara program sosial dipangkas, sangat tidak adil,” tambah Imam dengan nada tegas. Menurutnya, skema utang ini dapat berdampak negatif pada pembiayaan program-program yang lebih mendasar dan menyentuh rakyat.
Proyeksi Pembayaran Utang yang Membebani APBD
Imam menjelaskan mengenai beban pembayaran cicilan utang yang akan menjadi tanggung jawab Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Surabaya selama lima tahun ke depan. Total total pembayaran yang harus disiapkan, termasuk pokok, bunga, dan biaya lainnya, diperkirakan akan lebih dari Rp513 miliar.
Pada tahun 2025, Pemkot Surabaya harus membayar Rp33,44 miliar. Rincian tersebut terdiri dari pokok pinjaman Rp26,58 miliar dan bunga serta biaya lainnya sebesar Rp6,83 miliar, yang tentu saja akan terus meningkat di tahun-tahun selanjutnya.
Proyeksi untuk tahun 2026 menunjukkan rincian yang lebih rumit, yaitu pembayaran sebesar Rp129,79 miliar. Ini terdiri dari pokok pinjaman sebesar Rp106,35 miliar ditambah bunga dan biaya lainnya yang mencapai Rp23,45 miliar.
Pembayaran pada tahun 2027 juga cukup signifikan, dengan total Rp123,33 miliar. Rincian ini berisi pokok pinjaman dan tambahan biaya lainnya yang harus dibayarkan oleh Pemkot.
Di tahun-tahun berikutnya, seiring dengan semakin banyaknya pembayaran, beban utang bisa menjadi tantangan berat jika pendapatan daerah tidak meningkat. Maka dari itu, Imam mengingatkan agar pengalaman buruk sebelumnya tidak terulang.
Panggilan untuk Konsultasi dan Tindak Lanjut
Karena situasi yang tegang ini, rapat dalam badan anggaran akhirnya diskors selama satu minggu. DPRD memutuskan untuk melakukan kajian lebih lanjut dan berkonsultasi dengan sejumlah kementerian dan lembaga untuk memahami lebih dalam mengenai legalitas serta urgensi skema utang tersebut.
Konsultasi tersebut diharapkan dapat memberikan pandangan yang lebih jelas tentang dasar hukum dan kelayakan pengajuan utang ini. Hal ini menjadi sangat penting untuk menghindari keputusan yang terburu-buru tanpa analisis yang memadai.
Imam menekankan bahwa penting bagi DPRD untuk melakukan konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan juga Komisi Pemberantasan Korupsi. Langkah ini diharapkan dapat menjawab berbagai pertanyaan yang muncul di antara anggota dewan.
“Kami ingin penjelasan yang jelas tentang hak dan kewajiban dari skema utang ini sebelum mengambil keputusan,” imbuh Imam, menegaskan komitmennya untuk transparansi dalam proses pengambilan keputusan.
Imam juga menyatakan bahwa sikap anggota DPRD sangat kompak dalam menghadapi pengajuan utang ini. Mereka sepakat untuk memperlambat proses agar semua hal dijelaskan secara gamblang terlebih dahulu.
Kejutan bagi Anggota DPRD dan Harapan untuk Klarifikasi Lebih Lanjut
Sikap senada juga disampaikan oleh anggota Banggar dari fraksi PAN, Zuhrotul Mar’ah. Ia menyatakan bahwa anggota DPRD tidak menerima pemberitahuan sebelumnya terkait pendanaan alternatif ini, sehingga membuatnya merasa kaget saat tiba-tiba disodorkan skema utang tersebut.
Zuhro menambahkan bahwa awalnya ia beranggapan bahwa skema utang baru ini akan mulai diterapkan pada tahun 2026. Namun, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya, menambah kebingungan di kalangan anggota Banggar.
“Kami berharap ada klarifikasi lebih lanjut terkait skema utang ini agar semua pihak bisa paham dan tidak ada lagi kebingungan,” tutup Zuhro. Keterbukaan informasi menjadi hal yang sangat penting dalam langkah ini untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil memang benar-benar mendukung kepentingan publik.
Secara keseluruhan, dinamika yang terjadi dalam rapat Badan Anggaran menyoroti pentingnya proses komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dan lembaga legislatif. Dengan pendekatan yang transparan, diharapkan keputusan yang diambil dapat membawa manfaat bagi masyarakat luas.