Banyuwangi – Dikenal sebagai salah satu lumbung padi nasional dengan surplus beras lebih dari 300 ton setiap tahun, Banyuwangi kini melangkah lebih jauh dengan mengembangkan beras bernutrisi melalui teknologi biofortifikasi. Langkah ini menjadi terobosan penting untuk memperkuat ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut.
Beras biofortifikasi merupakan beras yang dihasilkan dari tanaman padi yang dimodifikasi secara genetik untuk meningkatkan kandungan gizinya. Beras ini mengandung berbagai vitamin dan mineral esensial seperti Vitamin A, B1, B3, B9 (asam folat), B12, zat besi, dan zinc, yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, terutama untuk ibu hamil dan anak-anak dalam masa pertumbuhan.
Pentingnya Beras Bernutrisi untuk Kesehatan Masyarakat
Dalam upaya meningkatkan kualitas gizi masyarakat, beras bernutrisi memiliki peran yang tak bisa dianggap remeh. Data menunjukkan bahwa masalah kekurangan gizi masih menjadi isu kesehatan di berbagai daerah, termasuk Banyuwangi. Ketersediaan beras yang kaya nutrisi diharapkan dapat menurunkan angka stunting dan meningkatkan kesehatan generasi muda. Pendekatan ini tidak hanya menawarkan solusi untuk ketahanan pangan, tetapi juga berkontribusi positif terhadap pembangunan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Lebih jauh, kerjasama antara pemerintah dan produsen pertanian ramah lingkungan menunjukkan komitmen serius dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Dengan menggerakkan berbagai pihak, seperti Danone dan Bulog, program ini memberikan kesempatan bagi petani lokal untuk berpartisipasi dalam pertanian modern yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan.
Strategi Pengembangan Pertanian Ramah Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bersama produsen pertanian ramah lingkungan melakukan pengembangan beras biofortifikasi di lahan seluas 60 hektare. Semua kegiatan ini melibatkan puluhan petani di beberapa wilayah, termasuk Blimbingsari, Licin, Glagah, Singojuruh, dan Sempu. Melalui proses budidaya yang intensif dan ramah lingkungan, produktivitas tanaman padi meningkat hingga 15 persen, menunjukkan bahwa pendekatan ini ternyata sangat efektif.
Proses pelatihan yang dilakukan kepada petani juga mencakup teknik pertanian yang berkelanjutan, seperti pemupukan berimbang serta pemanfaatan decomposer untuk meningkatkan kualitas tanah. Dengan fokus pada teknik yang hemat biaya dan ramah lingkungan, program ini seharusnya menjadi contoh model pertanian yang bisa diadopsi di daerah lain. Dengan pengalaman ini, diharapkan ke depannya, pertanian di Banyuwangi tidak hanya mampu menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, tetapi juga mendukung keberlanjutan ekosistem.
Pada tahun 2026, rencana perluasan lahan hingga 500 hektare diharapkan dapat melibatkan lebih banyak petani dan meningkatkan hasil produksi. Program ini bukan hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga membangun jalinan komunitas antara petani dan produsen lokal untuk mencapai tujuan bersama dalam meningkatkan gizi masyarakat. Dengan langkah tersebut, diharapkan Banyuwangi tidak hanya menjadi produsen beras, tetapi juga pelopor dalam pengembangan pertanian berkelanjutan yang berorientasi pada kesehatan masyarakat.