Surabaya — Pada peringatan Hari Jadi Kota Surabaya ke-732, situasi makam Wali Kota pertama Surabaya, dr. Radjamin Nasution, menjadi sorotan menyedihkan. Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Mohammad Saifuddin, mengungkapkan bahwa perhatian terhadap sosok pendiri kota pahlawan ini masih sangat kurang.
Dalam rangkaian perayaan yang seharusnya mengedukasi dan mengingat jasa para tokoh, pemeliharaan makam dr. Radjamin Nasution justru diabaikan. Bagaimana bisa kita mengapresiasi sejarah bila tempat peristirahatan terakhir dari tokoh penting ini dibiarkan terbengkalai? Hal ini jelas menimbulkan pertanyaan besar tentang kesadaran dan tanggung jawab kita terhadap warisan sejarah.
Perawatan Makam dan Penghargaan Sejarah
Keberadaan makam sebagai salah satu simbol penghormatan kepada para pejuang sangatlah penting. Sarana seperti prasasti yang menandakan bahwa dr. Radjamin Nasution adalah Wali Kota pertama Surabaya nyatanya minim. Hal ini menimbulkan keprihatinan, terutama di saat kita merayakan sejarah kota dengan seremonial yang meriah, tetapi melupakan esensinya.
Saat mengunjungi makam, Saifuddin merasa sedih. Ia menjelaskan, “Makam ini sangat miris dan terlihat tak terurus. Hal ini mencerminkan sikap kita terhadap sejarah.” Isu ini bukan hanya masalah fisik dari makam yang harus diperbaiki, tetapi juga mencerminkan kurangnya edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya mengenal figure-figure bersejarah. Menjaga penghormatan bisa dilakukan dengan memperbaiki keadaan makam dan memperkenalkan sosok dr. Radjamin melalui berbagai program edukasi.
Strategi Peningkatan Kesadaran Sejarah Kota
Tindakan nyata sebagai bentuk penghormatan kepada tokoh sejarah diperlukan. Saifuddin mengusulkan agar nama dr. Radjamin Nasution diabadikan pada jalan atau gedung pemerintahan. Dengan cara ini, generasi mendatang dapat lebih mudah mengenal dan menghargai jasa para pendahulu. Ini bukanlah sekadar tindakan simbolis, tetapi juga langkah strategis untuk menanamkan kesadaran sejarah dalam diri masyarakat.
Kami di Komisi A DPRD Surabaya berkomitmen untuk mendorong Pemerintah Kota agar lebih serius dalam merawat situs-situs bersejarah. Melalui aksesibilitas yang lebih baik dan pengenalan yang lebih luas, diharapkan masyarakat dapat memiliki rasa memiliki terhadap sejarah kota mereka. Rasa cinta terhadap kota harus dimulai dari pemahaman yang mendalam tentang masa lalu.
Dengan upaya untuk menamai gedung dan jalan setelah dr. Radjamin Nasution, kami ingin memberikan penekanan pada warisan sejarah yang tidak hanya bersifat local but also valuable for future generations. Pastinya, penghormatan yang tulus kepada mereka yang telah berkontribusi dalam pembangunan kota akan berdampak positif pada persepsi masyarakat terhadap sejarah.
Inisiatif semacam ini juga dapat melibatkan komunitas lokal dalam usaha pemeliharaan dan pengenalan situs-situs bersejarah. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan warga sangat penting untuk menjadikan sejarah sebagai bagian hidup yang kental dalam masyarakat Surabaya. Tanpa keterlibatan aktif dari semua elemen, sebuah kota berpotensi kehilangan identitasnya.
Dengan langkah-langkah konkret, mari kita bersama-sama menjadikan penghormatan kepada dr. Radjamin Nasution sebagai cermin kesadaran kita terhadap sejarah. Keberanian untuk merawat dan mengenang masa lalu adalah hal yang mendasar agar sejarah tak sekadar menjadi arsip tetapi hidup dan relevan dalam perjalanan waktu.