Tingkat hunian hotel di Jawa Timur selama libur panjang Idul Adha belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Meski libur panjang berlangsung selama empat hari, okupansi hotel rata-rata masih di angka 60 persen, dengan peningkatan di sektor hunian kamar dan food and beverage.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) di Jawa Timur mengungkapkan bahwa sebagian besar peningkatan hunian tercatat di daerah wisata terkenal, seperti Malang dan Kota Batu, selain kawasan metropolitan Kota Surabaya. Bagaimana sebenarnya keadaan industri perhotelan di wilayah ini pada saat-saat penting seperti libur Idul Adha?
Profil Okupansi Hotel Selama Libur Panjang
Penelitian menunjukkan bahwa okupansi hotel di wilayah Jawa Timur mengalami sedikit peningkatan saat libur panjang berlangsung. Rata-rata okupansi diingatkan oleh Dwi Cahyono, ketua PHRI, yang mencatat angka ini cukup mencolok, terutama di kawasan wisata. Untuk daerah Malang, yang dikenal akan keindahan alamnya, okupansi mencapai 70 persen, meningkat dari 40-50 persen di hari biasa. Hal ini menunjukkan bahwa Malang tetap menjadi destinasi favorit bagi wisatawan yang ingin menikmati liburan mereka dengan suasana alami yang menenangkan.
Di sisi lain, Kota Batu juga mencatatkan angka okupansi di 50 persen, sementara Kota Surabaya tetap stabil di angka 60 persen. Data ini memberikan gambaran yang cukup jelas tentang bagaimana perilaku konsumen selama periode liburan ini. Ketika masyarakat merencanakan waktu libur, mereka cenderung memilih tempat yang menawarkan kenyamanan dan keindahan, dan hal ini terlihat dari angka okupansi yang meningkat.
Faktor Pendorong dan Tantangan di Sektor Perhotelan
Beberapa faktor mempengaruhi peningkatan hunian hotel selama libur panjang, meskipun kenaikannya terbilang tipis. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh industri perhotelan adalah sepinya sektor MICE (Meetings, Incentives, Conventions and Exhibitions). Ini berpotensi menjadi penghalang bagi pertumbuhan pendapatan bagi hotel-hotel, terutama di kawasan yang mengandalkan kegiatan bisnis.
Dwi Cahyono menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi di tubuh pemerintah turut berperan dalam pengurangan kegiatan MICE. Dampak dari berkurangnya penggunaan ruang rapat juga mempengaruhi tingkat hunian kamar. Oleh karena itu, banyak hotel berusaha untuk mengincar segmen pasar baru, seperti perusahaan swasta dan paket wisata untuk wisatawan mancanegara. Mereka juga mulai menawarkan promosi yang lebih menarik untuk menarik perhatian segmen-segmen tersebut.
Inovasi menjadi kata kunci di sini. Manajemen hotel berusaha maksimal mempromosikan paket-paket yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan, seperti pernikahan, liburan keluarga, serta acara perusahaan. Ini menunjukkan adaptabilitas industri perhotelan terhadap perubahan perilaku konsumen, sekaligus strategi untuk menanggulangi tantangan yang ada.